Mamah Dengan Kekuatan Spiritualnya



Mamah atau Ibu,  bisa juga Ummi,  Emak atau Mommy apapun sebutannya adalah center fokus dalam kehidupan berkeluarga.   Kita semua  yang berposisi sebagai anak menyaksikan bahwa seorang Ibu rela melakukan apapun demi perasaan cinta dan bertanggung jawab terhadap putera dan puterinya,  ribuan kata tak cukup untuk ungkapkan rasa terima kasih dan hormat pada Ibunda.

Mengungkapkan perasaan dan menyampaikan kiprah seorang Ibu rasanya tidak layak dengan bahasa seadanya akan tetapi kemampuan merangkai kata - kata butuh ketrampilan yang harus di asah bertahun - tahun lamanya.

Maka kali ini penulis mencoba mencerna makna selama puluhan tahun ada di bawah asuhan Mamah yang tidak pernah letih membimbing kami putera dan puterinya hingga kejenjang kemandirian dan mampu sedikit demi sedikit mewarisi ketrampilan beliau mengajar serta mendidik para santri.


Pict : dok.keluarga




Mamah lahir di kota Bandung 9 September 1942 dari Ibu bernama Engkar Karmila dan Ayah Sanusi Hidayat,   di bawah asuhan orang tua beliau dengan panggilan akrab Emak Engkar Mamah dibina dan di didik menjadi seorang pendidik, Ibu dan Umi Kiyai kecintaan para santri terutama karena ketegasan beliau dalam hal kedisiplinan sehari - hari seperti kebersihan lingkungan,  masalah santri putra yang melanggar salah satu aturan pondok paling trending topik adalah  "haram merokok"  di lingkungan pondok.

Bagi Mamah aturan adalah aturan harus di tegakkan, sehingga kami faham betul beliau akan bersikap tanpa toleransi.
Kami mafhum itu.
Berbagai hal yang melekat dalam ingatan tentang Mamah . . .


-   Memiliki prinsip yang kokoh
   Menjalankan nilai – nilai Islam sesuai yang beliau fahami dan dijalankannya dengan tidak melenceng dari syarat dan rukun hingga sunnah – sunnahnya.

Khataman al Qur'an rerata sebulan   satu kali  ;  
     jika ramadhan tiba 3   hingga 5 kali beliau khatamkan.
   Shalat lima waktu beliau berjuang tepat waktu,  seusai shalat isya  akan segera tidur agar bisa menjemput sepertiga malam.

-      Pendidik sejati
Tujuh putera dan puterinya standar S1  sukses beliau sekolahkan hingga bisa mandiri   bahkan dua anak lelakinya sempat mengenyam pendidikan di Timur – Tengah. 

Penting pendidikan bagi diri Mamah bukan karena negara mewajibkan semua warganya bersekolah,  namun pendidikan adalah alat mencerahkan cara orang berfikir dan bertindak,  tidak ada tawar menawar bahkan adanya home schooling bagi Mamah itu sich absurd.

Kehidupan yang sederhana
Sejak di Bandung sebagai anak pertama dari Emak Engkar dan sekolah PGA di Yogya kemudian menikah dengan Bapak Ayah kami Mamah hidup di bawah kemiskinan,  miskinlah . . . dan itu dialami banyak orang masa orde lama  hampir semua miskin,  sehingga tren kehidupan sederhana sesuatu budaya yang melekat kuat dan prinsip - prinsip kesederhanaan ini juga yang beliau tanamkan pada anak keturunannya.

-    Kreatifitas tanpa batas
Menata rumah,  merangkai bunga dan buah – buahan,   menjahit baju untuk dirinya,  anak – anak perempuannya atau kepentingan rumah tangga seperti lap tangan ( serbet ), sarung anak - anak lelakinya beliau jahit sendiri,  katanya di samping menghemat ongkos jahit juga memanfaatkan waktu yang tersisa.

-     
   Menjunjung shilah Ar rahiim.
  Nilai - nilai shilah ar rahim beliau tanamkan pada kami dengan suri tauladan yang indah,  beliau akan mengunjungi sanak satu persatu meskipun harus menyusuri kampung demi kampung berjalan kaki di satu wilayah di Benteng Selayar tempat leluhur kami dari fihak Ayah,  atau sering kali penulis membersamai Mamah menyusuri gang demi gang karena niat ingin menengok salah seorang Bibinya yang terkena stroke ringan bahkan Mamah memiliki budaya sederhana yang sulit kami ikuti jejak mengumpulkan anak cucu secara berkala.






  Tangguh Mendampingi Perjuangan       Bapak
    
     Ibunda kami tidak akan meninggalkan rumah sebelum yakin semua kebutuhan Bapak telah rampung disiapkan.  Baju,  hidangan makan siang atau segala sesuatu apapun juga yang teknis - teknis.  Jika beliau merasa kurang yakin maka akan titip amanat pada puteri - puterinya.

Lebih dari lima puluh tahun Mamah mengabdi mendampingi Ayahanda kami berjuang berkiprah di wilayah dakwah, pendidikan dan sosial.
   
   Masih terbayang wajah Mamah yang bercahaya dan cemerlang begitu cantik saat kain kafankami  tutup diiringi tangis sedih anak cucu dan sanak saudara . . . . beliau pergi menuju Tuhannya setelah tuntas menunaikan seluruh tugas kemanusiaan yang beliau emban dengan pengabdian tanpa batas mengharap keridhaan Nya.
   Kami yakin Mamah beristirahat dengan tenang bersama para makhluk - makhluk mulia pilihan Sang Pencipta Semesta Alam Raya.

 Harina Kereta Malam Menuju Surabaya

  28 Rabi'ul Awwal 1440 H /
       5 Desember 2018 M 









Belum ada Komentar untuk "Mamah Dengan Kekuatan Spiritualnya"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel